SURAKARTA, MUHAMMADIYAHSOLO.COM – Lembaga Pengembangan Pondok Islam dan Kemuhammadiyahan (LPPIK) Universitas Muhammadiyah Surakarta (UMS) menyelenggarakan Seminar Nasional dengan topik, “Risalah Islam Berkemajuan (RIB).”
Kegiatan yang diselenggarakan di Gedung Auditorium Mohammad Djazman, Rabu (31/5), menekankan pada RIB dalam dakwah dan pendidikan. Kegiatan ini diikuti oleh mahasiswa semester 4 yang menempuh mata kuliah Kemuhammadiyahan, serta para dosen.
RIB yang merupakan hasil dari keputusan Muktamar Muhammadiyah ke -48 tersebut dijabarkan oleh tiga pemateri, yaitu Rektor UMS Prof., Dr., Sofyan Anif, M.Si, Wakil Ketua 3 Majelis Tarjih dan Tajdid PP Muhammadiyah Prof., Dr., Abdul Fattah Santoso, M.Ag, serta Ketua Majelis Tabligh PP Muhammadiyah Dr., Fathurrahman Kamal, Lc., M.Si.
Sofyan Anif menyampaikan, ketika membahas RIB dalam konteks Al Islam dan Kemuhammadiyahan (AIK), AIK di lembaga pendidikan Muhammadiyah merupakan modal berdakwah.
Untuk dapat merespon RIB, para pemegang kebijakan di lembaga pendidikan perlu mengembangkan program atau kebijakan untuk menginternalkan nilai AIK ke dalam kehidupan sehari-hari.
“Tuntutannya adalah kita harus lebih progresif, lebih dinamis termasuk program-program kita, yang tentu itu akan mempercepat mengakselerasi tujuan Muhammadiyah menciptakan atau membangun masyarakat Islam yang sebenar-benarnya, masyarakat Islam Rahmatan lil Alamin,” ungkap Sofyan Anif.
Pada bagian lain, Fattah Santoso mengungkapkan, soal AIK sebagai mata kuliah. Dia juga menyampaikan tentang tujuan pendidikan AIK. Di sisi lain, RIB menurutnya bisa dijadikan acuan untuk AIK.
“Untuk membentuk insan berkarakter, dan insan terpelajar yang diharapkan memiliki integritas dan kesadaran etis, menuju manusia berkemajuan, berjiwa pengasih dan penuh kasih,” jelasnya.
Pada sesi terakhir, Fathurrahman mengatakan bahwa di dalam Al Quran menyebutkan kata jahiliyah sebanyak 4 kali.
“RIB harus bercita-cita mengeliminir daripada 4 trend jahiliyah di dalam Al Quran,” kata Fathurrahman.
Ke empat trend tersebut adalah kerancuan epistemologi, sistem hukum dan politik yang buruk, kejahiliyahan di dalam domain tradisi sosial dan kebudayaan, serta watak kesombongan, fanatisme, rasisme. Maka untuk mengaktaulisasikan RIB, 4 diksi yang disebut oleh Allah tidak boleh ada.
Pada kesempatan lain, Ketua Majelis Tablig itu menerangkan bahwa muatan dari RIB itu bersifat universal, tidak hanya untuk warga Muhammadiyah, tapi semua umat manusia.
“Nilai-nilai yang termuat di dalam RIB itu berisi hal-hal yang fundamental. Memang ada hal hal yang sifatnya eksklusif, seperti berasaskan Al Quran dan As Sunnah dan seterusnya, saya kira itu sifatnya normatif,” katanya saat menjawab pertanyaan salah seorang peserta, tentang apakah di Indonesia bagian timur akan disampaikan mengenai RIB?.
Sehingga hal demikian yang bersifat ekslusif tidak dapat dipaksakan untuk disampaikan kepada mahasiswa yang non muslim, melainkan akan menyampaikan hal yang bersifat universal seperti toleransi, bukan pada aspek keyakinan. Hal tersebut lah yang menjadi spirit dari RIB.
Dia juga mengatakan bahwa Kris-Muha, istilah untuk penganut agama Kristen tetapi bermuhammadiyah. Mereka ini gembira dan senang dengan toleransi dan pelayanan dari Muhammadiyah, yang tidak diskriminatif, dan mereka juga rela untuk menjadi penopang kegiatan Muhammadiyah.